wayansudane.net

May 29, 2007

BLOG JURNALISME

Oleh: Bob Julius Onggo


Tak pelak dan tak heran jika seminar “Blogging, Journalism, and Credibility: Battleground and Common Ground” di Universitas Harvard, AS, pada Januari 2006 menarik perhatian para jurnalis, blogger, news executive, dan praktisi media kehumasan serta pustakawan. Seminar ini membahas berbagai media yang berpotensi membuahkan reportase. Di sini hubungan antara para blogger dan jurnalis menjadi perbincangan panas. Blog dianggap sebagai salah satu bentuk shared media public.


Mengingat reportase dan jurnalisme blak-blakan dapat dilakukan lewat blog, tak jarang para jurnalis dari mainstream publication merasa tersaingi. Mengapa? Sebab mereka kehilangan monopoli dan kendali atas reportase suatu berita. Ini bukan hanya menyangkut cara reportasenya, tetapi juga dalam memilih apa yang cocok dan disukai public, kata Eason Jordan, senior editor dan jurnalis dari CNN Network.


Fenomena blog dalam dunia yang datar (flat world) kini mendapat perhatian dari para praktisi public relation (PR), komunikasi, maupun jurnalis dan pelaku TI. Tak heran jika “naked conversation” (istilah dari Robert Scoble, penulis How Blogs are Changing the Way Business Talk with Customers) lewat blog ini sering diperbincangkan di berbagai forum.


Bakalkah blog mengikis kredibilitas mainstream media? Apakah blog mempengaruhi cara suatu news
diluncurkan?

PERSAINGAN DUA KUTUB


Persaingan bloggers-journalists sebenarnya membantu kita memahami ke mana arah naked journalism, sekaligus revolusi jurnalisme public dan terbuka di era global village sekarang. Namun, jangan terlalu khawatir dengan persaingan bloggers-journalists. Ketegangan dan konflik kepentingan bisa terjadi di antara keduanya. Ini tak terhindarkan. Namun, saran saya, kita tak perlu selalu menganggapnya sebagai dua musuh abadi. Coba lihat dari sinergi keduanya sewaktu terjadi bencana Tsunami. Cara jurnalis menyebarkan berita dan permintaan ‘help’ tanpa adanya blog, menyita lebih banyak waktu.

Bagaimana para blogger bisa menyebarkan berita begitu cepat? Itu karena mereka memiliki semangat bak evangelis, demikian Dave Winer dari Scripting News. Mereka siap memberikan transkrip berita atau wawancara blak-blakan tanpa disunting.

Pernyataan senada dilontarkan Ed Cone, blogger dan kolumnis dari Greensboro News & Record di North Carolina, AS. Katanya, surat kabar memiliki ruang terbatas. Namun, wawancara di blog dapat ditulis apa adanya dan real-time.

SHIFT DALAM HAL KEKUATAN ANTARA JURNALIS DAN MEDIA

Jika, anda sebagai empunya berita, beginikah perubahan yang anda alami? Pertama, berita dikemas oleh produsen dan diberikan ke audiens. Namun, mereka kini tak lagi sekadar audiens. Mereka-audiens, konsumen, pemerhati, competitor- kini terkoneksi dalam suatu jaringan jurnalisme. Jadi, ada pergeseran antara si produsen news ke users karena kehadiran blog.

Kedua, ini mengarah pada terkikisnya dominasi pers. Maksudnya adalah hilangnya kendali eksklusif pada reportase berita di mesia cetak. Ini adalah lahan yang dahulu menjadi “jajahan” para jurnalis, yang kini tak dapat lagi mereka kendalikan. Para jurnalis tak lagi menjadi bos. Informasi dapat bergulir dari blogger ke jurnalis, bukan sebaliknya. Apa yang jurnalis katakan tidak lagi menjadi suatu “hukum”. Pasalnya, media mainstream tak lagi menyediakan panduan dan arahan sebagaimana dahulu. Ini menjadi krisis intelektual. Mengapa? Sebab, mendapatkan “suara” yang dapat dipercaya di jurnalisme mainstream memicu dilemma lantaran pergeseran kekuatan tadi. Namun, Bob Giles dari Nieman Foundation memprediksi mainstream media masih akan tetap menjadi industri yang stabil.

Blogging sangat mudah beradaptasi di era flat world, juga di dunia di mana terjadi pergeseran dari satu kedaulatan suara ke banyak pusat kedaulatan suara. Blogging gampang beradaptasi menjadi dialog terbuka dua arah, jauh berbeda dengan mainstream media yang bak khotbah. Namun, masing-masing tetap memiliki tempatnya dalam dunia komunikasi, singgung Rebecca Blood dalam tesisnya, “ Blogging ang Journalism exist in a shared media space.”

Salah satu tantangan terbesar bagi para jurnalis professional sekarang adalah bagaimana mereka hidup dan bekerja berdampingan dan berbagi media. Mereka harus terbiasa dengan para blogger dan lainnya, serta berbagi berita dengan masyarakat.

BLOG - KEKUATANNYA

Satu hal yang sering dilupakan para jurnalis adalah mulai saat ini berutang budi kepada para blogger. Sebab, para blogger-lah yang mengembangkan media jurnalistik, secara sadar ataupun tidak. Merekalah yang menciptakan berbagai komponen di dalamnya, perangkat, dan protocol terkait.

Dalam konferensi para jurnalis di Universitas Harvard, terungkap enam pilar kunci yang membedakan blogging dengan saluran komunikasi lainnya.

1. Publishable. Anda dapat langsung mem-posting berita. Mudah, murah,
dan dapat dibaca di mana pun

2. Findable. Mudah ditemukan lewat situs pencari, berdasarkan subjek,
nama penulis, atau keduanya. Makin tambun suatu blog, makin digemari.

3. Social. Blogosphere cirinya adalah cuap-cuap. Percakapan yang menarik
berdasarkan topic beralih dari suatu situs ke situs web, nge-link dari
suatu link ke link lain. Melalui blog, mereka yang memiliki minat yang
sama dapat membangun network atau berita lintas geografi.

4. Viral. Informasi menyebar lebih cepat melalui blog dibanding news
service
. Saat ini tak ada viral marketing yang dapat menyetarakan
kecepatan dan efisiensi suatu blog.

5. Syndictable. Content yang kaya mudah disindasikan oleh siapa saja.
Bayangkan dunia penuh dengan orang damai, dan, lewat media blog,
ribuan informasi yang tersebar dapat dikais.

6. Linkable. Setiap blog nge-link ke yang lain, memiliki akses ke puluhan
juta orang yang mengunjungi blogosphere setiap hari yang bercirikan
komunikasi dua arah. Media blog itu bak supermarket tabloid, demikian
Dan Gilmor, penulis buku We the Media.

Kalau dahulu suatu berita menunggu beberapa hari untuk menyebar, lewat blog, detik itu berita dibuat dan ditaruh di blog, langsung menyebar lintas geografi. Jadi, seperti apa news di masa depan? apakah mirip news feed linear yang ada di format blog? Kalau seperti ini, jelas tidak efisien untuk membaca informasi yang ada di dalamnya. Atau, apakah bakal berformat piramida terbalik?


2 comments:

Anonymous said...

Good blog Wayan...
Tapi saya kira, dengan merebaknya blog, kebutuhan orang untuk mencari sumber informasi yang bisa dipercaya, akan tetap besar. Mereka akan kembali ke penyedia informasi yang punya brand. Ya kembali ke media yang sudah lama punya brand.

Salam
Budhiana
http://Budhiana.blogspot.com.

-::- said...

makasih Mas,..saya rasa memang begitu, tapi untuk skrang..memang lagi marak, diary online ini...namun tidak menutup kemungkinan juga akan ada media lain yang akan booming kelak setelah model blog ini...