wayansudane.net

March 21, 2007

Semangat Nyepi untuk Lampung

HARI Raya Nyepi kali ini memberikan suasana khusus bagi masyarakat di provinsi ini. Suasana Nyepi ini berbarengan dengan hari jadi ke-43 Provinsi Lampung. Ini sangat menarik karena keduanya, baik Nyepi maupun hari jadi Lampung sama-sama memiliki esensi yang sama.

Nyepi Tahun Baru Saka 1929 yang jatuh pada Senin (19-3) merupakan hari raya bagi umat Hindu untuk melakukan introspeksi diri. Umat Hindu melakukan empat hal yang disebut catur brata penyepian; amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (tidak mencari hiburan/tidak bersenang-senang), dan amati lelungan (tidak bepergian).

Sedangkan hari jadi Lampung pada 18 Maret 2007 pun memiliki substansi yang sama. Provinsi yang merupakan gerbang Pulau Sumatera ini telah mencapai usia 43 tahun sejak resmi menjadi provinsi dan keluar dari provinsi induknya Sumatera Selatan tahun 1964. Tentu hal ini merupakan kebanggaan dan momentum untuk evalusi guna meningkatkan kinerja dan pembangunan di Provinsi Lampung.

Walau perayaan Nyepi jatuh tanggal 19 Maret, runutannya sudah dimulai sekitar tiga hari sebelumnya. Rangkaian Nyepi ini diawali dengan melasti, yaitu upacara untuk pembersihan dan penyucian sarana dan prasarana persembahyangan. Selain itu, melasti ini untuk menyucikan isi jagat dan mengambil amerta (air suci sumber kehidupan). Upacara ini dilaksanakan di laut atau tempat-tempat mata air terdekat, seperti sungai dan bendungan.

Kemudian, sehari sebelum hari Nyepi dilakukan tawur agung. Upacara ini bertujuan untuk menetralkan unsur-unsur panca mahabhuta, yang terdiri dari tanah, air, panas, udara, dan ether, yaitu lima unsur yang menjadi cikal bakal alam makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (badan makhluk hidup). Selain itu juga, upacara ini untuk menyeimbangkan dan mengharmoniskan kondisi lingkungan. Pada hari ini dilakukan upacara bhuta yadnya, yaitu mecarubhuta agar tidak mengganggu manusia. Biasanya juga digelar ogoh-ogoh (patung raksasa) yang melambangkan bhuta yang kemudian diarak untuk dihancurkan/ dibakar. yang bertujuan untuk mengharmoniskan hubungan dengan para

Dimusnahkannya bhuta tadi melambangkan musnahnya sifat-sifat negatif yang ada di alam maupun pada diri sendiri. Dengan demikian, umat Hindu siap untuk memasuki tahun baru esok hari dan meninggalkan tahun yang lama.

Memasuki tahun baru dengan jiwa dan pemikiran yang baru. Pemikiran dan moral untuk mewujudkan tri kaya parisudha. Yaitu, berpikir yang benar (manacika), berbuat yang benar (kayika), dan berkata yang benar (wacika).

Pada tawur agung tersebut, dibarengi dengan hari jadi provinsi Lampung. Ini suatu kebetulan. Sehingga, semangat dari upacara tersebut juga diharapkan tidak hanya untuk umat Hindu, tapi juga untuk masyarakat Lampung. Dengan demikian, para bhuta (raksasa) dapat pergi dari bumi Lampung. Sehingga, masyarakat Lampung siap menginjak ke usia selanjutnya dengan pemikiran yang baik untuk membangun Lampung.

Rangkaian upacara, baik Nyepi maupun hari jadi Lampung tersebut hanyalah simbol bakti kita kepada Hyang Widhi maupun kepada para pahlawan Lampung atas jasa-jasanya. Dengan rangkaian upacara tadi tidak serta merta dapat mengharmonisasikan atau meningkatkan kesradhaan/iman kita kepada Hyang Widhi. Perlu tindakan nyata setelah upacara itu. Perlu adanya pembenahan diri untuk mencapai keseimbangan hidup.

Begitu juga dengan hari jadi ini, rangkaian kegiatan yang dilakukan tidak akan mampu menopang pembangunan di Lampung tanpa diikuti kerja nyata. Perlu adanya pemikiran dan kerja yang visioner untuk membangun Lampung ke depannya. Perlu program nyata untuk mengentaskan masyarakat miskin di perdesaan. Dan, perlu pemimpin yang memiliki integritas dalam membangun Lampung, baik dari tingkat provinsi hingga kabupaten/ kota.

Perayaan yang berbarengan ini hendaknya dijadikan momentum untuk evaluasi diri dan peningkatan kinerja. Evaluasi atas apa yang masih membelenggu pada diri kita untuk dapat diperbaiki pada tahun berikutnya. Begitu juga dengan peningkatan pembangunan yang masih harus terus dipacu. Hal ini untuk mendorong dalam menciptakan masyarakat yang satyam (taat beragama), siwamsundaram (sejahtera materiil dan imateriil) menuju moksartham jagaditaya ca iti dharmah (kebahagiaan lahir batin). (kasih sayang),

Selamat Hari Raya Nyepi. Satyam eva jayate!

Wayan Sudane
Presidium Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI)

_____
Dimuat di Lampung Post - Selasa, 20 Maret 2007 http://lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007032010182750