wayansudane.net

February 7, 2007

Perdamaian untuk Kesejahteraan

Terbangun dan melihat kesekitar, seolah penuh dengan persoalan dan masalah. Hidup ditengah-tengah kemajemukan penuh dengan perbedaan. Dimulai dengan bedanya budaya, suku, agama, dan sistem sosial lainnya merupakan dua sisi yang memberikan dampak berbeda. Disatu sisi memberikan hikmah kekayaan budaya untuk menjalin persatuan. Disisi lain merupakan ancaman untuk menanamkan benih-benih konflik baik horizontal maupun vertikal.

Keberagaman tersebut bila disadari dengan semangat persatuan memang merupakan keunggulan yang dimiliki bangsa Indonesia. Sebagai sebuah komunitas, dengan perbedaan tadi perlu suatu perekat untuk mengakomodir dan mewujudkan perdamaian. Semangat dari perdamaian senantiasa harus menyertai setiap perjuangan menegakan kebenaran.

Ajaran masing-masing agama tentu memiliki perbedaan juga. Namun semua agama mengajarkan nilai-nilai perdamaian. Bahkan dalam ajaran agama pun mengajarkan nilai-nilai universal untuk menjunjung tinggi pemeluk agama lainnya. Dan ajaran agama tersebut merupakan keyakinan yang mampu memberikan motivasi perilaku para umatnya.

Dengan keyakinan dan fanatik yang berlebihan kadang orang menganggap agamanyalah yang paling benar. Sehingga jangan heran bila terjadi militansi yang kemudian muncul kekerasan mengatasnamakan agama. Tentu hal ini kontradiksi dengan perjuangan tokoh antikekerasan dan pluralisme.

Beberapa hari lalu, 29-30 Januari, dunia kembali diingatkan pada perdamaian ini. Di India diadakan konferensi internasional dalam rangka 100 tahun gerakan Satyagraha yang dipelopori Mahatma Gandhi. Pertemuan tersebut tentu mengingatkan kita pada perdamaian yang dibawakan oleh pria dengan nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi. Di Indonesia juga digelar Global Forum bertajuk perdamaian. Forum ini berupaya menciptakan perdamaian melalui pembangunan media dan sumber daya manusia.

Perdamaian adalah sebuah awal untuk mencapai kesejahteraan. Gandhi memberikan ajaran perdamaiannya kepada dunia yang hingga kini selalu dikenang. Ahimsa, tindakan tanpa kekerasan dalam setiap langkah kehidupan. Satyagraha, menerapkan kekuatan yang menjunjung tinggi pada kebenaran. Aparigraha, sikap tidak memiliki terhadap kebendaan. Dan Samakhava, tidak merasa terganggu karena perasaan sakit ataupun bahagia, terus berjuang tidak perduli akan hasilnya, berhasil atau gagal.

Ajaran Gandhi ini memberikan inspirasi pada tokoh-tokoh dunia lainnya. Nelson Mandela, pejuang kulit hitam dan kemudian menjadi Presiden Afrika Selatan pada 1984, mengakui bahwa ketabahan ekstra yang dijalani Gandhi telah menjadi inspirasi baginya untuk bisa bertahan saat menentang politik apartheid yang berlangsung puluhan tahun. (Kompas, 4/2/07)

Tanpa Kekerasan

Ahimsa yang diajarkan oleh Gandhi tersebut seolah menjadi pengingat bagi kita saat ini. Mewujudkan perdamaian dengan tanpa kekerasan sangat relevan dengan pesan tokoh dunia yang lahir 2 Oktober 1869 ini. Satyagraha, metode perjuangan dengan berpegang pada kebenaran dan tanpa kekerasan. Semangat yang harus ada pada setiap pemikiran untuk membangun bangsa. Dimana kebenaran hendaknya selalu dijunjung pada setiap perbuatan, baik pada kehidupan politik, ekonomi, budaya dan sosial.

Ajaran yang mulia ini akan selalu relevan setiap jaman bila dimaknai dalam setiap gerak kehidupan. Tidak serta merta tanpa kekerasan dalam pertikaian maupun pertempuran. Anti kekerasan juga dapat dimaknai dalam berbagai sisi baik perbuatan maupun pemikiran. Semangat ini hendaknya menjiwai setiap pemikiran bangsa untuk membangun kemajuan masyarakat.

Tanpa kekerasan, tidak menyakiti hendaknya menjadi dasar dalam perjuangan para tokoh bangsa baik politisi hingga budayawan. Tidak menyakiti hati rakyat, tidak main sikut untuk meraih 'kursi' adalah implementasi ajaran dalam kehidupan politik. Semuanya didasarkan pada kebenaran yang harus dijunjung tinggi.

Begitu juga Aparigraha dan Samakhava, bentuk perjuangan yang tidak mengharapkan pamrih. Perbuatan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tidak mengharapkan balas budi. Tidak terikat pada hasilnya dan selalu dalam posisi seimbang. Tidak terikat pada hasil. Ajaran ini relevan dengan perjuangan para tokoh dan elemen bangsa dalam membangun Tanah Air. Hendaknya semangat inilah yang menjadi pijakan dalam setiap gerak dan arus perpolitikan bangsa. Tidak selalu harus mengharap balas budi dari sejumlah konstituen misalnya. Tidak juga mengharap imbalan dan posisi tawar tertentu.

Bekerja tanpa pamrih. Melaksanakan tugas tanpa embel-embel masih belum banyak diterapkan oleh tokoh di negara Indonesia. Masih banyak politisi yang melakukan investasi politik dengan harapan imbalan tertentu. Padahal bila hal itu dilakukan dengan prinsip tanpa pamrih, bukankah masyarakat akan lebih ilegan menilainya.

Mengentaskan Kemiskinan

Gandhi tidak saja menginginkan kehidupan dengan perdamaian tanpa kekerasan. Namun juga kehidupan dengan kesejahteraan dan kebangkitan untuk semuanya. Ajaran ini dikenal dengan sarvodaya. Dengan konsep ini, Gandhi juga menghendaki kehidupan ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan untuk semua.

Kehidupan perekonomian, menurut Gandhi harus memberikan kesejahteraan bagi semua penganut ajaran agama. Gandhi tidak berfokus pada kekayaan namun pada manusia. Ia menginginkan manusia memperoleh tempat yang selayaknya. Gandhi tidak ingin memisahkan aspek ekonomi dan spritual. Kedua aspek ini harus berjalan seimbang dan harmonis untuk mencapai kesejahteraan.

Perekonomian akan maju bila didasarkan pada semangat pelayanan dan pengorbanan dalam interaksi dalam masyarakat. Disamping itu juga perekonomian harus didasarkan pada etika. Gandhi juga menginginkan di seluruh wilayah pedesaan di India diterapkan desentralisasi ekonomi. Sistem desentralisasi ekonomi ini sejalan dengan semangat ahimsa dan kesejahteraan untuk semua. Pandangan ini kemudian melahirkan konsep swasembada, swadeshi dan industri kecil. Dengan adanya industri kecil, salah satu harapan Gandhi adalah terdidiknya kaum buruh sehingga paham akan hak dan kewajibannya.

Dalam pandangan ini, tentu kemiskinan adalah harus dientaskan. Kesejahteraan dapat dicapai dengan menggerakan rakyat untuk melakukan swasembada. Metode yang digunakan Gandhi ini pun mengarah pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah yang dapat dikelola oleh masyarakat di pedesaan. Akhirnya sebuah cita-cita kesejahteraan harus dicapai tanpa kekerasan. Tanpa kekerasan pun tidak semata-mata fisik, namun juga perbudakan dan bentuk penjajahan ekonomi lainnya. Mampukah kita?

Wayan Sudane