wayansudane.net

February 6, 2007

Merenungi Peran Pemuda

Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme menyebabkan hingga kini belum lahir sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan.


Jakarta. Jurnal Nasional
Sejumlah aktivis pemuda menilai prinsip nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia umumnya telah mengalami degradasi lantaran terus menerus tergerus oleh nilai-nilai dari luar. Jika kondisi dilematis itu tetap dibiarkan, bukan tidak mustahil degradasi nasionalisme akan mengancam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Hery Haryanto Azumi mengatakan, degradasi nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia muncul karena kegagalan dalam merevitalisasi dan mendefinisikan pemahaman nasionalisme. Pemuda Indonesia umumnya belum sadar akan ancaman arus global yang terus menerus menggerogoti identitas bangsa.

Kondisi semakin parah lantaran masih kurang maksimalnya distribusi keadilan pembangunan yang dilakukan pemerintah sehingga semakin menumbuhkan semangat etnonasionalisme yang jika dibiarkan akan mengancam eksistensi NKRI. Hery mengaku sering kali di setiap forum pertemuan pemuda se-Indonesia terdengar pernyataan dari sejumlah pemuda di daerah yang mengedepankan kepentingan etnonasionalisme. “Waktu di Manado, ada yang menyatakan sebagai bangsa Manado,” katanya.

Sentimen etnosenasionalisme juga kerap disuarakan sejumlah pemuda Aceh, Riau, Papia dan beberapa daerah lainnya. Menurut dia, kepentingan yang bersifat kedaerahan itu bermuara dari ketidakadilan pembangunan. Dengan demikian, dia mendesak agar pemerintah memaksimalkan percepatan pembangunan di setiap daerah. Jika tidak etnonasionalisme akan semakin parah. Para pemuda di sejumlah daerah akan mempertanyakan sejauh mana kontribusi negara bagi keadilan rakyat di daerah.

Eddy Setiawan, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI), menilai degradasi nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia kondisinya semakin parah karena belum adanya pembaharuan atas pemahaman dan prinsi p nasionalisme dalam diri pemuda. Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme telah menyebabkan hingga kini belum lahir sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan. Akibatnya peran orang tua masih sangat mendominasi segala sector kehidupan berbangsa dan bernegara.
Eddy menilai runtuhnya nasionalisme tidak terlepas dari ekspansi tanpa henti dari pengaruh globalisasi. Saat ini, pemuda Indonesia seperti kehilangan akar yang kuat sebagai bagian daru elemen bangsa. “Westernisasi terus menggerus nasionalisme, pemuda lebih enjoy clubbing sebagai salah satu budaya hedonis daripada berdiskusi mengenai nasionalisme,” cetusnya. Menurut dia, perilaku kebarat-baratan itu sudah semakin parah menjangkiti pemuda di kota. Tergerusnya akar tradisi sebagai bangsa Indonesia akibat ekspansi globalisasi bisa menjadi ancaman besar bagi eksistensi NKRI. “Ini bisa menjadi ancaman bagi NKRI, karena saya melihat kedaulatan bangsa ini telah tergadaikan,” lanjutnya.

Presidium Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Wayan Sudane mengaku pesimis langkah dalam mengantisipasi besarnya pengaruh nilai-nilai dari luar yang terus menggerus prinsip nasionalisme dalam diri pemuda . Menurut dia pengaruh itu tidak lagi dapat dihindari karena pesatnya kemajuan teknologi informasi. Apalagi perilaku kebarat-baratan juga sudah mengakar dalam diri sebagian besar masyarakat kota di Indonesia.


Melihat persoalan tersebut, Hery menilai perlu adanya redefinisi atas pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia. Tantangan pemuda saat ini berbeda dengan era tahun 1928 atau 1945. Jika dulu nasionalisme pemuda diarahkan untuk melawan penjajahan, kini nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi kepentingan pasar yang diusung kepentingan global, dan nasionalisme yang diusung untuk kepentingan negara.


“Kita harus mencermati kondisi kekinian, kita tidak boleh antipati dengan pasar. Namun kita tetap nasionalis demi kepentingan bangsa.” Dia juga menyarankan agar forum pertemuan pemuda yang bersifat kebangsaan agar terus dimaksimalkan. Menurut dia, forum kebangsaan yang dihadiri sejumlah elemen mahasiswa dan pemuda sering kali digelar. Salah satu agenda yang tak henti-hentinya dibahas adalah persoalan degradasin nasionalisme dalam diri pemuda.

Hery memandang, nasionalisme kebangsaan tidak terlepas dari situasi global. Dia menyerukan agar pemuda Indonesia mencermati secara kritis realitas kepentingan global terhadap Indonesia. Dia juga menghimbau agar pemerintah pusat dapat mempercepat distribusi pembangunan di semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri pemuda. Meski demikian, Wayan memandang rekomendasi dari setiap forum pertemuan sulit sekali diimplementasikan. Pasalnya, nilai dan perilaku ala barat sudah memasyarakat, dan berbaur dengan segala kepentingan. Langkah antisipasi terhadap dampak negatif arus global lewat teknologi informasi sangat sulit dikendalikan.

Sementara Eddy lebih memandang degradasi nasionalisme dapat dijawab melalui strategi kebudayaan dari pelbagai etnis dan suku sebagai landasan dalam melakukan modernisasi ala Indonesia. Dia juga menghimbau kepada pemuda di semua daerah agar tidak mengedepankan kepentingan yang bersifat kedaerahan. Menurut Eddy, kesejahteraan dapat direbut secara bersama-sama. “Itu adalah tugas dan tanggung jawab kita, kesejahteraan dan keadilan dapat kita perjuangkan secara bersama-sama.” Memang, nasionalisme nasional telah berubah menjadi nasionalisme regional. Indikatornya adalah muncul berbagai konflik sosial dan politik, baik dalam bentuk konflik vertical maupun konflik horizontal di beberapa daerah. Realitas tersebut membuktikan telah terjadi penurunan nilai nasionalisme di tingkat local, meskipun hanya dikumandangkan oleh sebagian kecil masyarakat.

M. Yamin Panca Setia