wayansudane.net

January 12, 2007

Renungan Malam Shiva Dalam Memasuki 2007

Mereka yang hidup mengikuti hukum alam (Rta) anginpun akan berhembus dengan rasa manis, sungaipun mengalir dengan manis, pohonpun akan tumbuh dengan memberikan rasa manis, malampun akan berlangsung dengan manis, fajar di bumipun akan memancar dengan manis dan langitpun akan biru melingkar dengan manisnya. Kalau rencana manis dari Tuhan itu diusik sampai Rta dan Dharma tidak tegak berjalan sebagaimana mestinya bencana pun akan muncul dengan sendirinya. Demikian dinyatakan dalam kitab suci kita.

oleh :
I Wayan Wisanta *

Sepanjang 2006 dan diawal 2007 bangsa kita cukup banyak ditimpa kejadian-kejadian yang sangat memprihatinkan kita semua, menelan tidak sedikit jiwa dan materi; seperti bencana alam datan
g silih berganti seakan enggan untuk berhenti mulai dari luapan lumpur panas, banjir, tanah longsor, badai dll. Ada kecelakaan perangkat transfortasi baik darat, laut maupun udara, degradasi moral yang tidak kalah hebohnya yang dimuat dihampir semua sumber-sumber pemberitaan baik cetak maupun tayang, kita juga tidak tahu dimasa-masa mendatang apa kejadian atau peristiwa serupa masih akan terjadi lagi atau tidak, tentu kita semua berharap tidak atau minimal akan berkurang.

Sehubungan dengan kejadian demi kejadian sampai-sampai ada wacana di masyarakat kita yang menurut saya sangat kekanak-kanakan yaitu keinginan untuk meruat presiden SBY, katanya sejak SBY jadi presiden bencana datang terus menerus. Menurut mereka barangkali ada korelasi antara SBY dan bencana sehingga harus diadakan ritual penyucian diri untuk presiden atau di prayascita menurut istilah kita, ritual untuk penyucian diri itu menurut saya bagus dan saya setuju, namun alangkah tidak bijaknya jika setiap bencana bersekala besar apalagi bencana alam dihubungkan dengan keberadaan diri seseorang termasuk diri presiden, beberapa rekan-rekan kita di Bali juga mengeluarkan rumor yang tidak kalah kurang sedapnya katanya Susilo Bambang Yudoyono (bambang dalam bahasa bali berkonotasi kurang baik) lalu Yusuf Kalla (kalla yang mereka artikan sebagai kala dalam bahasa Bali atau bhuta dianggap sesuatu yang membahayakan), nah hal-hal yang tidak mendidik seperti itu kenapa harus dilontarkan ke publik, menurut saya ini tidak elok.

Mari kita merenung sejenak bahwa antara alam dan manusia atau semua mahluk hidup mempunyai swadharma masing-masing. Swadharma alam adalah menyediakan segala kebutuhan dasar hidup manusia dari bahan sandang, bahan papan termasuk kebutuhan untuk bernapas dalam bentuk oksigen yang bersih dan cukup. Nah swadharma manusia adalah menjaga kelestarian alam itu. Jika manusia dan alam sama-sama saling menmghormati hak hidup, saling menjaga satu sama lain barangkali kehidupan ini akan harmonis selamanya.

Saya jadi teringan waktu kecil senang menyanyikan syair lagu dari kelompok koes plus bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada tofan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu, orang bilang tanah kita tanah surga, tonggak kayu dan batu jadi tanaman dan seterusnya.. ......... ..

Dulu kondisi alam tanah air kita bisa kita umpamakan seperti itu lestari, nyaman, sejuk dan tentram, namun sekarang tidak lagi demikian adanya.

Yang jelas sudah tidak ada lagi yang namanya keseimbangan, populasi manusia semakin tidak terkendali dan diperparah lagi oleh pertambahan penduduk dari kalangan masyarakan miskin secara ekonomi, sedangkan luas bumi dimana manusia berpijak diatasnya relatif tetap, dulu alam pulau Bali mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya secara teratur tetapi sekarang tidak lagi, kebutuhan yadnya saja didatangkan dari Jawa, Sumatera, Lombok dan pulau-pulau lain barangkali dimasa-masa mendatang harus di import dari negara lain kalau pola laku kita masih seperti sekarang ini.

Waktu saya kecil sungai disamping rumah saya (tukad daya) tidak pernah kering sepanjang hari, sekarang kalau tidak turun hujan beberapa hari saja sudah kering kerontang itu karena dihulu hutannya di perkosa oleh manusia yang notabene beragama hindu yang punya ajaran adiluhung tri hita karana, padahal sebagian besar dari mereka hanya untuk menyambung hidup saja, bukan untuk memperkaya diri. Namun apapu alasannya jelas itu bertentangan dengan ajaran tri hita karana itu sendiri.

Apapun bentuk perlakuan alam atas manusia adalah merupakan karma bagi manusia atas perlakuannya sendiri terhadap alam. Bukan Tuhan murka atau alam sudah tidak bersahabat lagi dengan kita, tetapi kitalah yang memperlakukan alam secara tidak adil dan cendrung semena-mena. Saya agak setuju dengan apa dikatakan oleh MH Ainun Najib bahwa kita sekarang sudah kehilangan parameter untuk mengukur diri kita, mengukur segala aktifitas yang kita lakukan. Kita tidak tahu lagi apakah perbuatan yang kita lakukan itu sudah benar atau tidak karena kita tidak punya lagi parameter untuk mengukurnya, ini sangat berbahaya. Selama ini setiap bencana yang datang menimpa kita, kecendrungan kita selalu tebus dengan ritual mengorbankan binatang dari yang kecil hingga yang besar, dari ayam sampai kerbau dan beraneka macam upakara yang lebih dikenal dengan sebutan mecaru menghabiskan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama, dengan satu harapan dapat menyelesaikan masalah, namun kenyataanya tidaklah semudah itu.

Menurut hukum alam (Rta) bahwa prilaku yang buruk hanya dapat diperbaiki dengan prilaku yang baik, hutan yang rusak hanya dapat ditebus dengan penghijauan kembali, para perusak lingkungan demi sesuap nasi yang notabene masyarakat kecil hanya dapat diatasi dengan memberikan pemahaman yang baik dan benar serta pemberian lapangan pekerjaan yang memadai kepada mereka, itu baru namanya manusiawi atau memanusiakan manusia. Dan bagi para cukong besar pembabat hutan (ilegalloging) demi kekayaan pribadi hanya dapat diatasi dengan menangkap mengadili dan memenjarakannya.

Kebiasaan kita yang kurang baik selama ini adalah setiap kemalangan yang menimpa diri kita selalu ditimpakan kepada orang lain sebagai sumber penyebabnya. Kecendrungan kita selalu mencari alasan keluar seperti pepatah mengatakan: “Debu di seberang lautan tampak jelas, namun gajah di pelupuk mata tidak tampak”. padahal tidak ada karma orang lain yang kemudian kita menerima hasilnya.

Kalau kita mau jujur semuanya ada didalam..... ...ya didalam diri.

Nah jika kita sudah mampu mengetahui dan mengakui kesalahan diri, memang seringkali terasa berat dan menyakitkan, namun itulah tanda bahwa kesadaran telah singgah dalam batin kita dan kita telah mulai tersentuh dharma.

Mari kita mulai melakukan perjalanan kedalam walau berat seperti yang pernah dikatakan oleh mantan sekjen PBB bahwa saya sudah banyak melakukan perjalanan antar negara dan itu tidaklah sulit, yang paling sulit bagi saya adalah melakukan perjalanan kedalam diri katanya. Perjalanan kedalam dengan keheningan dan kesucian diri berdialog dengan sang jiwa mesti kita upayakan terus menerus tanpa kenal lelah. Badan ini adalah kuil bagi sang jiwa yang harus kita sucikan dan kita rawat dengan baik, karena disana doa dan mantram kita uncarkan setiap saat.

Nah melalui perayaan Shiwaratri malam ini kesempatan baik untuk menelisik diri, intropeksi dan evaluasi diri apakah kita selama ini sudah berkontribusi pada lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara kita atau malah kita menjadi beban saja.

Ketahuilah, dunia ini sudah hampir rusak dan terbakar oleh berkobarnya nafsu amarah karena perbuatan orang-orang berwatak angkara murka, berhati-hatilah.

Apakah kita selamat?, apakah kita terbakar? Atau bahkan justru yang membakar dunia ini!

Mari di malam Shiva ini kita berkonsentrasi penuh hanya kepada Bhatara Shiwa, berlindung kepadaNya, serahkan semuanya kepada Beliau, pasrahkan semua kepada Beliau karena Beliau adalah penguasa kehidupan, Beliau adalah Raja-Diraja alam semesta, kepada Beliau kita bersujud, kita cium kaki padmaNya, kita puja Beliau melalui konsentrasi, kirtanam, bhajan, japa dan lain-lain.

Semoga Bhatara Shiva memberkati kita semua....... ...astu

Om Namah Shivaya

*) Tokoh Hindu di Lampung