wayansudane.net

December 3, 2006

GALUNGAN, KUNINGAN DAN KEBANGSAAN

Galungan dan kuningan adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan 210 hari (enam bulan) sekali. Hari raya Galungan dirayakan beberapa hari lalu tepatnya pada hari Rabu tanggal 03 Mei 2006. Sedangkan Hari Raya Kuningan dirayakan sepuluh hari setelah perayaan Galungan tepatnya pada hari Sabtu tanggal 13 Mei 2006.

Galungan adalah salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad (sifat kedewaan) untuk menegakkan dharma melawan adharma. Hakekat Galungan adalah merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Pun demikian dengan Hari raya Kuningan yang merupakan resepsi bagi hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma. Hari raya yang merupakan rentetan dari Galungan ini bertujuan untuk memohon kesentosaan, dan perlindungan serta tuntunan lahir dan batin. Dalam tulisan ini penulis tidak membahas makna filosofis dari hari raya tersebut, tapi mencoba mengaitkannya dengan kondisi dan realitas yang ada.

Implementasi dalam Kehidupan

Kemenangan merupakan sebuah kebanggaan atas segala usaha yang telah dilakukan terhadap lawan, entah itu bersifat kebaikan (dharma) maupun keburukan/kejahatan (adharma). Bahkan untuk memenangkan suatu pertempuran, seorang prajurit ataupun relawan rela untuk menaruhkan nyawanya untuk membela maupun mempertahankan hak-haknya. Setelah berhasil memenangkan pertempuran maka sebuah rasa syukur-pun dirayakan dengan pelbagai cara. Sebuah ‘pertempuran’ yang dapat kita maknai secara filosofis dapat juga terjadi dalam diri antara pergulatan hati yang penuh dengan dualisme baik-buruk, sedih-bahagia, suka-duka dan sebagainya. Dengan demikian kemenangan yang dimaksud adalah kemenangan untuk mengalahkan sifat-sifat adharma.

Sebagai insan beragama dengan etika dan susila sesuai ajaran agama, tentu tidak terlepas dari pertempuran dan pergulatan untuk senantiasa mengalahkan sifat-sifat adharma (keburukan/kejahatan). Pertempuran didalam hati hampir setiap hari terjadi pada diri, bila tidak diatasi dengan baik menyebabkan pertempuran di luar diri terjadi. Pergulatan didalam hati ini memang bersifat abstrak, bahkan berpotensi menimbulkan stres maupun efek negatif lainnya.

Sri Swami Sivananda dalam bukunya All About Hinduism yang telah diterjemahkan oleh Yayasan Sanatana Dharmasrama dengan judul Intisari Ajaran Hindu menjelaskan bahwa Dharma secara umum adalah kebajikan atau kewajiban. Dharma merupakan prinsip-prinsip dari kebajikan dan juga kesatuan. Bhisma berkata dalam perintah-perintahnya kepada Yudhisthira, bahwa apapun yang menimbulkan pertentangan adalah adharma, dan apapun yang menyudahi pertentangan dan membawa pada kesatuan dan keselarasan adalah dharma. Apapun yang membantu untuk menyatukan segalanya dan mengembangkan cinta kasih Tuhan dan persaudaraan universal, adalah dharma. Apapun yang menimbulkan perselisihan, keretakan dan ketidakselaran dan menimbulkan kebencian adalah adharma.

Kehidupan dengan dinamika dan permasalahan yang terjadi sering menciptakan pergulatan hati. Permasalahan diri hingga pada permasalahan bangsa dan negara sering kali menguras pikiran dan tenaga. Semangat untuk mengobarkan bara memenangkan kebajikan (dharma) senantiasa mengalami fluktuasi untuk tetap ajeg pada jalan dharma.

Semangat kemenangan dan ajaran-ajaran suci dharma hendaknya ditanamkan dalam diri dan kemudian melangkah pada semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dharma agama dan dharma Negara pun diimplementasikan dengan tepat dan pada tempatnya. Dengan demikian kemenangan dharma tidak hanya sebatas wacana maupun kata-kata yang tidak diimplementasikan secara nyata.

Pertentangan antara dharma melawan adharma maupun sebaliknya kebatilan berusaha menguasai kebajikan dalam kehidupan masyarakat kerap terjadi. Sudah saatnya kita tidak terbelenggu oleh sempitnya pemikiran dan tidak menghargai perbedaan. Saatnya kita bertempur untuk memerangi keterbelakangan dalam pendidikan, kemiskinan, kesehatan, lemahnya supremasi hukum dan lain sebagainya. Bila ini tercapai dengan baik inilah kemenangan kita sebagai warga negara maupun sebagai umat beragama. Pun jika ini belum tercapai - karena menurut penulis kita masih tertinggal dalam pendidikan, kemiskinan dan seabrek masalah lainnya, berarti saat ini kita sedang bertempur mengentaskan keterbelakangan tersebut.


Semangat Kebangsaan

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, masyarakat Hindu memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama dengan yang lainnya. Kewajiban untuk turut serta membangun bangsa dan negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Begitu juga sebaliknya memiliki hak-hak sebagai masyarakat dan umat beragama.

Hari raya Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu yang juga bertepatan dengan Hari raya Waisak bagi umat Budha adalah momen intropeksi diri bahwa kemenangan tidak hanya ada dalam diri tapi kemenangan adalah majunya suatu negara dan bangsa sebagai pengayom masyarakat. Dan semangat kemenangan dharma ini senantiasa dikobarkan untuk memperkuat semangat kebangsaan kita sebagai warga Negara.

Sebagai warga Negara tentu kita mengharap adanya kemajuan bagi pertumbuhan demokrasi, keadilan, dan solidaritas. Dalam konteks pemikiran KMHDI dijelaskan nilai-nilai fundamental yang ada pada individu-individu bahwa dalam sebuah masyarakat, nilai kebebasan individu akan berubah menjadi kebebasan kolektif, keadilan akan menjadi nilai keadilan kolektif sedangkan nilai solidaritas yang telah bermakna kolektif, meluas dari solidaritas dengan derajat yang sempit, ke derajat yang lebih luas.

Hal ini hanya dapat diterapkan dalam suatu masyarakat yang setiap individunya menyadari bahwa dirinya berada dalam posisi yang sederajat, tidak ada hak-hak khusus yang akan menempatkan individu atau sekelompok masyarakat berada diatas individu atau kelompok masyarakat yang lain. Ketika kita berbicara negara maka nilai kebebasan kolektif disebut dengan demokrasi, nilai keadilan kolektif tertuang dalam bentuk hukum yang mengikat seluruh warga negara. Sedangkan nilai solidaritas, dalam sebuah negara akan menjadi pengikat dari kesatuan suatu negara.

Semangat kebangsaan untuk turut membangun negara tidak hanya tugas para birokrat dan pejabat, namun adalah tugas kita sebagai warga masyarakat yang hidup dengan penuh keanekaragaman. Semangat bhinneka tunggal ika hendaknya melandasi setiap pemikiran dan perbuatan kita dalam membangun bangsa. Hubungan yang harmonis dan selaras antara sesama, antara alam sekitar dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dalam ajaran Hindu dikenal dengan Tri Hita Karana senantiasa diwujudkan dalam mencapai kedamaian.

Lalu semangat kemenangan yang ada akankah hanya sebatas kata-kata romantis belaka ? Pilar-pilar kemenangan individu dalam mengalahkan adharma hendaknya selalu mewarnai semangat kebangsaan kita sebagai warga Negara Indonesia dalam berdemokrasi, menegakan hukum, dan meningkatkan solidaritas sesuai semboyan negara kita bhinneka tunggal ika. Hari kemenangan dharma akan selalu menanti sebuah jawaban atas apa yang telah kita perbuat untuk agama dan Negara. Semoga Hyang Widhi merestui karma yoga ini…damai dihati..dunia selamanya…

Dimuat di Radar Lampung – 15 Mei 2006